Di sebuah sekolah sederhana bernama SMP Budi Mulia, terdapat sebuah kisah inspiratif tentang seorang guru yang tidak hanya mengajarkan pelajaran di kelas, tetapi juga memberikan pendidikan kehidupan kepada murid-muridnya. Namanya Ibu Ratri, guru Bahasa Indonesia yang dikenal lembut, namun tegas dalam prinsip. Kisahnya menjadi contoh bagaimana ketulusan seorang pendidik mampu mengubah masa depan seorang anak.
Setiap pagi, Ibu Ratri selalu menjadi guru pertama yang datang ke sekolah. Ia punya kebiasaan kecil yang menyentuh: memeriksa kebersihan kelas, memastikan bangku tersusun rapi, dan menuliskan kata-kata motivasi di papan tulis. Bagi murid-muridnya, ini bukan sekadar rutinitas. Mereka merasa diperhatikan dan disambut dengan kehangatan setiap kali masuk kelas.
Di antara murid yang diajarnya, ada seorang anak bernama Reno. Ia dikenal sebagai murid yang pendiam, sering duduk di pojok kelas, dan jarang berbicara. Prestasinya pun biasa-biasa saja. Namun, yang membuat Reno berbeda adalah sikapnya yang sering tampak tidak percaya diri. Banyak guru menganggapnya hanya murid pemalu, tetapi Ibu Ratri melihat sesuatu yang lain.
Suatu hari, ketika mengoreksi tugas membuat cerpen, Ibu Ratri menemukan tulisan Reno yang begitu menyentuh. Cerpen itu menggambarkan kehidupan seorang anak yang ingin membuat bangga orang tuanya, tetapi sering merasa tak mampu bersaing dengan teman-temannya. Bahasa yang digunakan sederhana, namun penuh emosi. Ibu Ratri terdiam lama membaca karya itu. Dalam hati, ia tahu Reno memiliki bakat yang belum digali.
Keesokan harinya, Ibu Ratri memanggil Reno setelah pelajaran selesai. Dengan senyum hangat, ia berkata, “Reno, tulisan kamu sangat bagus. Ibu jarang menemukan cerpen yang bisa membuat Ibu merasa ikut merasakan apa yang tokohnya alami.” Reno menunduk, wajahnya memerah. “Saya hanya menulis apa yang saya rasakan, Bu,” jawabnya pelan.
Sejak hari itu, Ibu Ratri mulai memberi perhatian lebih. Ia mengajak Reno mengikuti lomba menulis tingkat kota. Awalnya Reno menolak, merasa dirinya belum siap. Namun Ibu Ratri meyakinkannya bahwa yang penting bukan menang, tetapi berani mencoba. “Kadang, kita hanya perlu percaya pada diri kita sendiri,” kata Ibu Ratri.
Dengan bimbingan sabar dari sang guru, Reno berlatih setiap hari. Ia mempelajari bagaimana menyusun konflik, menggali emosi, dan memperkaya kosakata. Tidak jarang, Ibu Ratri meluangkan waktu hingga sore hanya untuk membantunya. Semangat itu mulai menular pada Reno. Ia menjadi lebih berani, lebih terbuka, dan lebih menikmati menulis.
Hari lomba pun tiba. Dengan tangan dingin dan jantung berdebar, Reno mengirimkan naskahnya. Ia tidak berharap banyak—baginya, bisa mengirimkan karya saja sudah sebuah pencapaian besar.
Seminggu kemudian, kabar mengejutkan datang. Reno berhasil meraih juara pertama lomba menulis cerpen tingkat kota. Tidak hanya sekolah, keluarganya pun bangga luar biasa. Reno yang dulu pemalu, kini berdiri di atas panggung, menerima penghargaan dengan senyum lebar. Di antara kerumunan, Ibu Ratri menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sejak momen itu, Reno berubah. Prestasinya meningkat, ia menjadi lebih aktif di kelas, dan bahkan sering membantu teman-temannya dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Namun satu hal yang tidak pernah ia lupakan: peran seorang guru yang percaya padanya.
Bagi Ibu Ratri, pencapaian Reno bukan soal kemenangan lomba. Ia selalu berkata kepada para murid, “Guru bukan hanya mengajar, tetapi menemani kalian menemukan diri sendiri.” Bagi Reno, Ibu Ratri bukan hanya guru—ia adalah inspirasi hidup. smpbudimulia.com
Cerita mereka menjadi bukti nyata bahwa satu perhatian kecil dari guru dapat membuka jalan besar bagi masa depan murid. Dan di SMP Budi Mulia, kisah itu akan selalu dikenang sebagai cerita tentang ketulusan, harapan, dan kekuatan pendidikan.